Popularitas dan Akseptablitas Partai Politik di Indonesia

Nusantaranews24.com,JAKARTA, – Setahun menjelang pemilu, elektabilitas sejumlah partai politik masih bergerak dinamis. Angka elektabilitas pun diprediksi masih fluktuatif. Hal ini salah satunya dipengaruhi kebijakan partai terkait calon yang akan diusung di Pemilihan Presiden 2024.

Hasil survei Litbang Kompas periode Januari 2023 menunjukkan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kembali menempati posisi teratas dengan elektabilitas 22,9 persen atau naik 1,8 persen dibandingkan dengan survei Oktober 2022. Peringkat kedua juga masih ditempati Partai Gerindra meski elektabilitasnya menurun 1,9 persen menjadi 14,3 persen.

Perubahan elektabilitas juga terjadi pada Partai Demokrat dan Partai Golkar. Demokrat turun 5,3 persen sehingga elektabilitasnya 8,7 persen. Sebaliknya, Golkar naik 1,1 persen, membuat elektabilitasnya menjadi 9 persen. Perubahan elektabilitas ini otomatis membuat Golkar menggeser posisi Demokrat yang dalam tiga periode survei pada 2022 selalu berada di peringkat ke tiga.

Merosotnya elektabilitas Demokrat seiring dengan menurunnya proporsi responden pemilih bakal capres Nasdem yang juga didukung Demokrat, Anies Baswedan, di Demokrat, yakni dari semula 18,9 persen menjadi 11,3 persen. Sebaliknya, proporsi responden pemilih Anies di Nasdem yang semula 4,6 persen melonjak jadi 22,6 persen. Ini selaras dengan kenaikan elektabilitas Nasdem yang cukup signifikan atau 3 persen menjadi 7,3 persen.

Adapun responden yang belum menentukan pilihan 16,8 persen atau meningkat dari 12 persen pada survei Oktober 2022.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang dihubungi, Senin (20/2/2023), menilai, kenaikan elektabilitas partainya karena kerja kolektif semua kader yang intens turun ke masyarakat. Kerja di tengah rakyat ini jauh lebih penting daripada semata mengejar elektabilitas. Jika elektoral menjadi tujuan, yang muncul justru pencitraan. Namun, jika kerja ke bawah menjadi komitmen dan kultur partai, gerakan itu akan menjadi alami, sistemik, dan buah kesadaran ideologi.

“Karena itu, partai terus bergerak memperkuat akar rumput. Bukan seperti yang lain sibuk membahas pilpres dan manuvernya yang lebih elitis,” ucapnya.

Sebagai partai pengusung pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin, PDI-P juga terus mengawal semua program pemerintah. Meningkatnya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Amin yang mengacu survei Kompas terbaru naik 7,2 persen dari survei Oktober 2022 menjadi 69,3 persen dinilainya memengaruhi elektabilitas PDI-P.

Wakil Ketua Umum Golkar Nurul Arifin pun melihat besarnya apresiasi pada kerja pemerintah, terutama di sektor ekonomi, berimbas positif pada Golkar. Seperti diketahui, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto juga menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Namun, Golkar tak akan berpuas diri. Golkar akan terus berusaha meningkatkan elektabilitas dengan bergerak secara simultan, baik dengan menggencarkan organisasi, komunitas, dan perorangan yang terafiliasi partai, serta melalui semua jenis platform media sosial.

Selain itu, ke depan, partai akan fokus untuk memikat pemilih yang belum menentukan pilihan.

Sementara itu, Koordinator Juru Bicara Demokrat Herzaky Mahendra Putra meyakini penurunan elektabilitas partainya hanya sementara. Begitu pula pergeseran suara pemilih Anies dari Demokrat ke Nasdem.

”Bisa saja pemilih kami berpindah ke Nasdem sebagai parpol pertama yang mengusung Anies, tetapi itu hanya sementara hingga kami menentukan sikap. Setelah Demokrat dan Anies kembali bersanding, elektabilitas kami akan naik lagi,” kata Herzaky.

Keyakinan itu bakal dibarengi dengan kerja-kerja partai untuk mendekatkan diri dan bergerak selaras dengan aspirasi publik. Di antaranya, meminta bakal calon anggota legislatif dari Demokrat untuk semakin giat turun ke bawah dan membantu kebutuhan masyarakat. Aktivitas itu diminta ditingkatkan terutama mendekati masa pendaftaran bakal calon anggota legislatif pada awal Mei mendatang.

“Kami sudah lakukan apel siaga nasional kesiapan infrastruktur komunikasi strategis kampanye darat dan udara. Sebab kekuatan serangan di darat harus diiringi dengan narasi di media sosial dari kader organik Demokrat,” tambahnya.

Ketua DPP Nasdem Effendy Choirie mengatakan, Demokrat dan PKS bisa saja seperti Nasdem, yakni meraih limpahan suara dari sikap partai yang mendukung Anies. Namun, ditekankannya, faktor itu bukan satu-satunya kunci pendongkrak elektabilitas partai.

”Masing-masing partai tentu harus bekerja maksimal untuk dirinya. Nasdem, meskipun ada berkah dari Anies, kami terus bekerja keras untuk memaksimalkan. Jadi, semua harus bekerja secara simultan. Tidak bisa bergantung pada faktor pencapresan itu. Kerja partai harus tetap ada,” tambahnya.

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, ada sejumlah faktor yang bisa mengubah elektabilitas partai hingga pemilu digelar tahun depan, yakni kerja politik partai, terutama gerak para calon anggota legislatif yang akan diusung partai.

Di luar Nasdem yang mengusung Anies sebagai bakal capresnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memutuskan bergabung dengan Golkar pada Januari lalu.

Di samping itu, inovasi atau kebijakan yang diambil oleh partai. Misalnya, partai mendeklarasikan bakal capres tertentu, memberikan dukungan terhadap bakal capres tertentu, atau merekrut tokoh populer yang memiliki basis sosial yang kuat. Menurut Arya, elektabilitas Nasdem dan Golkar bisa terdongkrak karena faktor ini.

Meski demikian, Arya memprediksi, perubahan elektabilitas tak akan signifikan. Hal ini terutama terhadap partai-partai yang basis pemilihnya sudah stabil dan solid, seperti PDI-P, Golkar, dan Gerindra.

Tantangan bagi mereka hanyalah menjaga pemilihnya agar tetap solid. Lalu, jika mereka ingin memperbesar elektabilitas, yang diperebutkan adalah pemilih yang belum menentukan pilihan atau masih ragu-ragu.

Situasi berbeda dihadapi partai menengah dan kecil. Ketika ada satu gerakan politik yang baru dan mampu memengaruhi persepsi publik pada partai, itu akan sangat memengaruhi elektabilitas partai tersebut. Ini bisa terjadi karena derajat pemilih utama (strong voters) mereka tidak sebesar partai besar.

“Bagi partai menengah dan kecil, setiap deklarasi capres atau koalisi itu punya pengaruh karena basis pemilih yang loyal tidak sebesar partai besar,” kata Arya.

Editor     :    Sudirman S.Ag
Sumber. :    Kompas

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *