PANDEGLANG| nusantaranews24.com Setelah adanya Perpres No.54 Tahun 2010 modus korupsi pun bergeser pada tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, proses serah terima dan pembayaran, serta proses pengawasan dan pertanggungjawaban.
.
Korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi salah satu permasalahan yang paling sering dilaporkan ke Lembaga Antirasuah KPK. Hingga 2015-2024, KPK telah menerima sebanyak puluhan ribu kasus pengaduan terkait pengadaan barang dan jasa. Dari mulai didirikannya Lembaga Antirasuah itu sejak tahun 2004 sampai sekarang tahun 2025 pun, mungkin sepuluh ribu kurang lebih kasus korupsi pengadaan barang dan jasa dan kasus lainnya, “Budaya Barat Jangan Ditiru, Budaya Indonesia Adalah Korupsi”.
.
Untuk itu, kami dari Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) telah mengadvokasi dan melakukan kajian mengenai penyebab dan menyusun pencegahan untuk menutup titik-titik rawan korupsi pada pengadaan barang dan jasa yang ada di Kabupaten Pandeglang Berkah (Sejuta Santri-Seribu Kiai dan Ulama). “Ada beberapa penyebab, diantaranya dugaan persekongkolan seperti sekarang yang diduga dilakukan Oknum DPUPR, Oknum ULP, dan Oknum BCP GAPENSI Pandeglang”, (BEBASKAN PANDEGLANG DARI LINTAH DARAT). Pungkas Arip Wahyudin yang sering dipanggil Ekek
.
Arip juga menegaskan Berdasarkan hasil kajian kami di Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4), terdapat kurang lebih ada empat titik celah korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Pandeglang, yaitu dari aspek regulasi, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Dari aspek regulasi, persoalan disebabkannya oleh sistem perundangan yang berbenturan, multitafsir, tumpang tindih, tidak kuat, dan tidak aplikatif.
Dalam aspek perencanaan dan penganggaran, kamu telah menemukan sejumlah permasalahan yang diakibatkan oleh tidak berintegritasnya pemangku kepentingan dan proses perencanaan yang tidak transparan. Mulai dari aspek pengawasan pun belum dinilai optimal karena kerap bersifat reaktif dan tidak proaktif.
.
Sementara, dari aspek pelaksanaan, menurut kami dari Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4), paling banyak ditemukan permasalahan, seperti di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga, pengadaan barang dan jasa yang tidak berintegritas, intervensi eksternal, kolusi, kelemahan sistem Sumber Daya Manusia (SDM), individu yang koruptif dan tidak independen, serta intervensi pada proses pemilihan penyedia barang dan jasa yang ada di Kota Badak Cula Satu.
Modus Korupsi Pengadaan, Sebelum dan Sesudah Perpres 54/2010
Setelah adanya Perpres No.54 Tahun 2010 modus korupsi pun bergeser pada tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, proses serah terima dan pembayaran, serta proses pengawasan dan pertanggungjawaban.
“Berdasarkan hasil advokasi dan kajian kami di P-4, kurang lebih terdapat empat titik celah korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa di pemkab pandeglang, yaitu dari aspek regulasi, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Dari aspek regulasi, persoalan disebabkan oleh sistem perundangan yang berbenturan, multitafsir, tumpang tindih, tidak kuat, dan tidak aplikatif”.
Dalam aspek perencanaan dan penganggaran, KPK menemukan sejumlah permasalahan yang diakibatkan oleh tidak berintegritasnya pemangku kepentingan dan proses perencanaan yang tidak transparan. Dari aspek pengawasan pun belum dinilai optimal karena kerap bersifat reaktif dan tidak proaktif.
Dari sejumlah kasus korupsi yang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) dan Lembaga Antirasuah KPK pun, terungkap berbagai modus korupsi yang dilakukan dalam semua tahapan pengadaan barang dan jasa yang ada di wilayah kabupaten pandeglang. Ada perbedaan modus yang dilakukan sebelum dan sesudah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sebelum Perpres terbit, modus korupsi terjadi pada tahapan proses perencanaan anggaran dan perencanaan persiapan pengadaan barang. Antara lain, proyek sudah di-ijon atau dijual terlebih dahulu sebelum anggaran disetujui atau disahkan dan persekongkolan antara DPRD, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan vendor. Ini sangat miris sekali, kita tahu bahwa Kabupaten Pandeglang ini adalah daerah termiskin se-Provinsi Banten semenjak di pimpin Bupati Irna-Tanto.
Modus lainnya seperti penggelembungan harga, suap kepada pihak terkait, serta manipulasi dokumen dan pemenang pengadaan dan/atau pemenang tender. Contohnya seperti sekarang ini tender dini, padahal dua Kementerian di Republik ini sudah mengeluarkan Surat Edaran Bersama partanggal 11 Desember 2024, yang bernomor SE-900.1.3/6629.A/SJ dan SE-1/MK.07/2024 Tentang Tindak Lanjut Arahan Presiden Mengenai Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2025.
Contoh lainnya seperti Harga Perkiraan Sendiri (HPS) diduga tidak dibuat oleh panitia pengadaan. “(Melainkan) Dibuat oleh pihak vendor yang akan ditunjuk sebagai pemenang,” ini sangat amat konyol dan kerdil sekali.
Perlu kita ketahui, bahwa setelah Perpres terbit, modus korupsi pun bergeser pada tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, proses serah terima dan pembayaran, serta proses pengawasan dan pertanggungjawaban. Modus yang terjadi pada proses pelaksanaan, serah-terima, dan pembayaran, antara lain pengumuman terbatas.
Selain itu, modus memanipulasi pemilihan pemenang, dokumen lelang, dokumen serah-terima, penggelembungan harga, serta suap kepada pihak terkait. Dalah hal ini pun juga telah terjadi konspirasi busuk dan/atau persekongkolan antara KPA, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kelompok kerja unit layanan pengadaan (ULP), pejabat penerima hasil pekerjaan, dan bendahara mau pun asosiasi.
Adapun modus korupsi pada tahap pengawasan dan pertanggungjawaban, yakni adanya dugaan suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghilangkan temuan, serta suap kepada oknum penegak hukum untuk meringankan hukuman.
Terkait kasus korupsi pengadaan barang dan jasa sebelum Perpres No.54 Tahun 2010. Sebenarnya, setelah Perpres No.54 Tahun 2010 telah ada empat kali perubahan. Perubahan pertama, Perpres No.35 Tahun 2011, kedua Perpres No.70 Tahun 2012, ketiga Perpres No.172 tahun 2014, dan keempat Perpres No.4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 16 Januari 2015.
Perbedaan paling mencolok antara Perpres No.172 tahun 2014 dan Perpres No.4 Tahun 2015 dengan Perpres-Perpres sebelumnya adalah kewajiban pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Bahkan, diatur pula pelaksanaan tender secara e-tendering dan pembelian secara e-purchasing.
Maka dalam hal ini kami dari Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4), meminta kepada pihak APH dan Lembaga Antirasuah KPK untuk segera mengusut tuntas dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi di wilayah kabupaten pandeglang khususnya di Unit Layanan Pengadaan (ULP), Dinas PUPR, dan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Asosiasi BCP GAPENSI Pandeglang. Dan kami pun menuntut:
1. Batalkan dan Gugurkan Tender Dini Tahun 2025, Karena Sudah Menabrak Surat Edaran Bersama Dua Menteri Pertanggal 11 Desember 2024,-
2. Uji Forensik Semua Dokumen-Dokumen Pemenang Tender Dini Awal Tahun 2025 Yang Sudah Diberi Bintang Emas Oleh Oknum Pokja ULP Pandeglang,-
3. APH dan Lembaga Antirasuah KPK Pun Harus Segera Memeriksa Semua Oknum-Oknum Yang Terlibat Didalam Tender Dini Tahun 2025,-
4. DPRD Pandeglang Pun Khususnya Komisi III Harus Proaktif Selaku Lembaga Pengawas Dan Wakil Rakyat, Dan Harus Segera Membentuk Pansus. Jangan Sampai Suara Rakyat Ini Kalian Sia-Siakan,-
5. Jika Tuntutan Ini Tidak Di Indahkan, Maka Kami Dari P-4 Akan Selalu Menyuarakannya Lewat Parlemen Jalanan, tutupnya. Ekek/Arip (tim/red)